REDAKSITIMOR.COM, Ambon, 30 September 2025 — Wali Kota Ambon, Bodewin Wattimena, menegaskan komitmen Pemerintah Kota Ambon dalam membangun seluruh desa dan kelurahan sebagai Desa Tangguh Bencana. Upaya ini dilakukan sebagai strategi jangka panjang untuk mengurangi risiko bencana dan melindungi warga dari potensi gempa bumi, tsunami, banjir, hingga tanah longsor.
Hal tersebut disampaikan Wali Kota dalam Talkshow Ambon–Maluku Tangguh Bencana yang digelar di Hotel Swiss-Belhotel Ambon pada Selasa (30/9). Ia menjelaskan bahwa sejak 2012, telah dibentuk 21 desa/kelurahan tangguh bencana. Namun, program itu dinilai belum efektif karena hanya bersifat seremonial dan belum menyentuh ketahanan masyarakat secara nyata.
“Tahun 2023, lewat dukungan Bank Dunia, kami mulai membentuk kembali desa tangguh bencana. Enam desa/kelurahan sudah masuk program, yaitu Batu Merah, Nania, Rijali, dan beberapa lainnya. Di sana sudah ada rambu evakuasi, jalur evakuasi, serta forum pengurangan risiko bencana,” ujar Wali Kota.
Selain program berbasis desa, Pemkot Ambon juga menggandeng berbagai pihak, termasuk BMKG, Universitas Pattimura, Universitas Syiah Kuala Banda Aceh, serta mitra akademik dari Jepang. Kolaborasi ini bertujuan menyusun kajian komprehensif terkait:
Peta risiko gempa dan tsunami di Kota Ambon
Kajian struktur rumah tahan gempa
Rencana kontinjensi untuk menghadapi gempa bumi, tsunami, banjir, dan longsor
Wattimena menekankan pentingnya mitigasi bencana, mengingat Ambon memiliki sejarah kelam bencana tsunami tahun 1674 dengan gelombang yang diperkirakan mencapai 90 hingga 110 meter.
“Itu jadi catatan serius. Karena itu, program mitigasi ini sangat penting agar masyarakat tahu apa yang harus dilakukan ketika bencana datang,” tegasnya.
Menurutnya, membentuk Desa/Kelurahan Tangguh Bencana tidak memerlukan syarat yang rumit, melainkan komitmen bersama. Lima elemen utama yang harus dipenuhi, antara lain:
1. Pembentukan Forum Pengurangan Risiko Bencana di tingkat desa/negeri/kelurahan
2. Penyediaan infrastruktur mitigasi, seperti rambu peringatan, jalur evakuasi, dan titik kumpul
3. Pelatihan dan simulasi bencana bagi aparat desa dan warga
4. Pembentukan kelompok relawan siaga bencana
5. Pemanfaatan pranata adat seperti marinyo dalam penyebaran informasi darurat
“Intinya, desa tidak hanya punya label tangguh bencana, tapi benar-benar siap. Aparaturnya terlatih, masyarakatnya sadar, dan infrastrukturnya ada. Tujuannya jelas: jangan sampai ada korban jiwa ketika bencana terjadi,” tandas Wali Kota.
Ia juga menegaskan bahwa mitigasi tidak hanya soal pembangunan infrastruktur, tetapi juga peningkatan kesadaran masyarakat. Edukasi melalui simulasi, pelatihan relawan, dan pemasangan rambu evakuasi disebut sebagai langkah kunci untuk menciptakan masyarakat yang siap menghadapi bencana.
Dengan program ini, Pemerintah Kota Ambon berharap seluruh wilayah dapat menjadi desa tangguh yang benar-benar siap menghadapi risiko bencana, tidak hanya secara administratif, tetapi juga secara fisik dan sosial. (*